Peta Banjar Tiapi

Peta Banjar Tiapi

Kamis, 08 April 2010

Mengatasi Flu Berkepanjangan dengan Jahe Merah

Mengatasi Flu Berkepanjangan dengan Jahe Merah

Percayakan anda bahwa hampir 90 % timbulnya manusia sakit dominan disebabkan faktor makanan? Sebagaimana pikiran hanya dapat berpikir satu hal dalam setiap kali, dan hanya menuju satu arah dalam setiap langkah. Demikian juga organ pencernaan pada tubuh hanya dapat melakukan pencernaan dengan baik hanya satu macam atau satu jenis makanan setiap kali makan. Lihatlah kehidupan binatang, tidak memakan berbagai makanan sekaligus. Binatang hanya makan satu jenis makanan setiap hari. Hal ini akan dapat mempengaruhi sistem pencernaan dan mengundang bermacam penyakit, bila menkonsumsi makanan lebih dari satu jenis Rahasia hidup sehat dan bahagia adalah tidak makan bermacam-macam jenis makanan setiap kali, cukup istirahat serta berolah raga.

Para praktisi kehidupan spiritual (para sadhaka), orang-orang sadhu, sanyasin dan para acharya, pertapa sangat menjaga wilayah makanan menjadi satu teladan hidup. Tidak semua makanan yang bisa dimakan harus dikonsumsi oleh manusia. Dulu, hidup sehat dalam kaca mata kita adalah pola empat sehat lima sempurna. Namun sebagaimana temuan ilmiah bahwa menkonsumsi empat sehat lima sempurna dengan menkonsumsi bermacam-macam jenis makanan tidaklah sehat. Malah akan merugikan kesehatan. yang sekarang dipangkas menjadi pola dan menu makanan yang sattvika. Alam raya memang memang menyediakan sumber-sumber makanan yang sangat kaya akan gizi, namun tidak sembarangan makan. Manusia sebagai makhkluk hidup yang dikatakan lebih memiliki viveka, pastinya memilih makanan yang sattvika. Kehidupan seorang yogi hanya makan satu kali saja setiap hari, bila dua kali ia disebut bhogi (penikmat) dan tiga kali disebut roghi (malas).
Selanjutnya, tahukah kita bahwa penyakit flu yang berkepanjangan juga disebabkan faktor makanan yang gizinya buruk, meskipun kelihatannya banyak menkonsumsi makanan yang berlemak, karbohidrat dan protein namun tidak cukup membuat tubuh kita bebas dari penyakit. Sumbernya hanya satu : kurang memilih makanan yang berkualiats. Hanya memenuhi selera lidah dan kenyang perut. Cukup. Tapi itulah akar dari rentannya tubuh terhadap penyakit khususnya penyakit flu atau bersin-bersin yang berkepenjangan. Kebiasaan keluar malam, minum air dingin (es) secara rutin, polusi udara dan kualitas makanan yang buruk turut memicu timbulnya flu yang berkepanjangan. Oleh karena carilah udara yang segar : seperti udara di pematang sawah, pantai (laut), pegunungan dan tempat-tempat yang terdapat sirkulasi udara lepas, selanjutnya hirup dalam-dalam. Berlatih yoga, meditasi dan pranayama di tempat seperti ini sangat dianjurkan.

Makanan tidaklah hanya mengeyangkan perut namun tidak memiliki gizi yang cukup untuk mempertahankan tubuh dan kemampuan otak. Flu yang berkepanjangan menyebabkan sinuistis. Dalam tindak lanjut bisa menjadi asma, napasnya berbunyi, sesak napas, disertai batuk. Penyakit flu penyebabnya kualitas makanannya buruk sehingga rentan dengan dingin dan makanan. Dalam keaadan itu mukanya pucat berkeringat, denyut nadi dan frekuensi pernapasan meningkat tajam dan gelisah.
Penyakit yang dieksekusi sekarang kita sebut sebagai penyakit gaya hidup yang tidak sesuai dengan aturan kesehatan yang juga menjadi faktor penentu kejadian penyakit. Mencegah kesehatan yang disebut penyakit gaya hidup yang berlebihan : cemas, gelisah, rasaa marah adalah penyakit gaya hidup yang dibabkan faktor makanan.
Ada wajah keprihatinan yang paling mendalam ketika dibedakan dengan dedaunan. Tumbuh-tumbuhan ketika dipetik tidak memiliki syaraf perasa sehingga tidak mengalami sakit apapun atau tersiksa, bahkan akan segera digantikan dengan tumbunya daun baru. Tetapi bila salah satu organ tubuh binatang dipatahkan maka terasa sakit yang mengerikan berlangsung dana penuh penderitaaan!Tumbuh-tumbuhan juga tidak memiliki wajah, mata ataupun organ panca indera. Tidak ada ikatan emosional yang mempengruhi tumbuh-tumbuhan, karena ia tidak memiliki roh dan bisa mengalami regenerasi dengan cepat di tempat yanag sama. Lain sekali dengan binatang yang mempunyai ikatan emosional antara induk dan anak-anaknya. Jadi, keterikatan dan rasa sakit ada pada makhluk hidup binatang
Sayur segar dan buah adalah bioaktif. Bioaktif dan sayur-sayuran kaya akan vitamin organik, mineral dan enzim serta dapat menyumbangkan memperbaiki tubuh manusia, meskipun taoge, tidak mampu menciptakan kehidupan baru. Diet yang baik berisikan banyak daun hijau dan sayur-sayuran. Daun hijau berisikan kalsium, mineral.
Penderita batuk atau flu menimbulkan komplikasi, pada saluran pernapasan yang akut yang menyebabkan ancaman bagu pasien. Terjadinya peradangan sebagai isyarat adanya ketidakseimbangan di dalam tubuh yang tidak beres. Tubuh menyadari ketidakseimbangan agar segera dilakukan upaya mengatasi atau pengobatan dini. Kemudian berlanjut kepada akumulasi mukus atau lendir kental dari saluran paru-paru menjadi lebih banyak dan lengket. Bertumbuknya lendir pada saluran pernapasan yang sempit akan semakin menyumbat saluran ini, sehingga tekanan udara di dalam udara menjadi semakin bertambah akan menekan saluran pernapasan dan semakin mempersempitnya.
Terapi obat flu menahun dan pencegahannya:
Terapi I :
  1. Konsumsi segelar air yang cukup besar begitu bangun pagi dan tidak menkonsumsi makanan apapaun, termasuk tidak minum kopi, teh dan sejenisnya.
  2. Tunggu 1-2 jam kemudian menkonsumsi makanan yanag ringan, karena perut masih terasa kenyang.
  3. Jangan menkonsumsi makanan apapaun sebelum buang air besar.
  4. Tunggu sampai ada reaksi sampai ke belekang (buang air besar)
  5. Setelah buang air besar, 15 menit kemudian baru makanan yang ringan.

Terapi II :
Gunakan segenggam daun kemangi atau daun tulasi yang direbus dengan 3 gelas air setiap hari sebelum makan, dicampur dengan ½ rimpang jahe atau ½ rimpang temulawak dan gula merah (bagi mereka yang tidak kena diabetes). Minum jus daun kemangi secara rutin 2 X sehari sebelum makan (pagi dan malam).

Terapi III :
Gunakan segenggam daun selasih miik, daun pegagan (piduh) dicampur ketumbar dan jahe merah setiap pagi dan malam menjelang tidur.

Usahakan setiap hari konsumsi makan yang berserat (sayur dan buah). Setiap menjelang tidur konsumsi jus buah apa saja, kecuali durian. Jangan mencampur buah semangka dengan buah lainnya. Banyak berolah raga sebab akan meningkatkan gairah dan semangat. Saran lebuh lanjut ikut kegiatan yoga setiap seminggu 2 kali, dimana saja.

Rabu, 07 April 2010

KPK Periksa Kekayaan 10 Ribu Petugas Pajak



Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini memeriksa laporan kekayaan lebih dari 4.500 petugas pajak. Hal itu menyusul terungkapnya kasus mafia pajak yang melibatkan mantan staf Direktorat Keberatan dan Banding Ditjen Pajak Gayus Tambunan. Bahkan, KPK berencana memperluas upaya tersebut dengan memeriksa kekayaan seluruh pegawai pajak.

"Pemeriksaan kekayaan akan diperluas hingga mencapai 9 ribu atau 10 ribu pegawai Ditjen Pajak," ujar Juru Bicara KPK Johan Budi ketika dihubungi kemarin (6/4).

Selama ini, tutur dia, KPK hanya menelisik kekayaan pejabat eselon I hingga III di lingkungan Ditjen Pajak serta penyidik pajak. Ke depan, pemeriksaan diperluas hingga penelaah pajak, pemeriksa pajak, pimpinan proyek, pegawai bagian keberatan dan banding di pengadilan pajak, serta pejabat fungsional strategis lain. "Perluasan pemeriksaan itu berdasar permintaan menteri keuangan," ungkap dia.

Meski demikian, pemeriksaan tersebut belum sepenuhnya bisa dilakukan. KPK masih menunggu penerbitan surat keputusan menteri keuangan. Saat ini KPK memeriksa 4.465 laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang masuk di antara total 4.670 petugas pajak. Jadi, masih ada 205 petugas pajak yang belum melaporkan harta kekayaan masing-masing.

Pelaporan kekayaan bagi para pegawai pajak merupakan pemenuhan ketentuan Undang-Undang No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih, Bebas dari KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).

KPK juga memverifikasi kekayaan Dirjen Pajak Mochamad Tjiptardjo. Tim KPK kemarin mendatangi kediaman pribadi Tjiptardjo di kompleks Perumahan Palem Indah Blok M No 1 RT 07 RW 02, Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten.

Johan menjelaskan, tim mendapati Tjiptardjo memiliki rumah lain di kompleks itu yang belum dilaporkan kepada KPK. Tapi, aset tersebut belum tentu termasuk pelanggaran. Sebab, Tjiptardjo hingga saat ini belum melaporkan kekayaan selama menjabat Dirjen Pajak. Laporan terakhir diterima KPK kala Tjiptardjo menjabat direktur Intelijen dan Penyidikan Ditjen Pajak. Total kekayaan Tjiptardjo saat itu Rp 7,024 miliar dan USD 52.624.

Tiga petugas KPK meminta klarifikasi kepada Tjiptardjo selama satu jam. Mereka tiba di kediaman Tjiptardjo sekitar pukul 09.30 dengan menggunakan mobil Nopol B 1774 IR dan keluar rumah sekitar pukul 10.30.

Direktur LHKPN KPK Cahya Hardianto Harefa menjelaskan, kedatangan timnya ke rumah Tjiptardjo untuk meminta klarifikasi soal kekayaan orang nomor satu di Ditjen Pajak itu. ''Saat klarifikasi, kami menanyakan kekayaan tersebut. Dan, yang bersangkutan menunjukkan beberapa arsip (dokumen) berkaitan dengan kekayaan itu,'' jelas Cahya.

Menurut Cahya, hasil dari klarifikasi akan dilaporkan kepada pimpinan KPK. Dia belum bisa mengungkapkan dari mana saja harta kekayaan dirjen Pajak itu. ''Sekarang belum bisa diumumkan dari mana saja hasil klarifikasi,'' kata Cahya.

Tjiptardjo, yang ditemui di depan rumahnya setelah menerima tim KPK, membenarkan klarifikasi tersebut menanyakan harta kekayaannya selama menjabat direktur Intelijen dan Penyidikan Ditjen Pajak. ''Klarifikasi KPK merupakan kegiatan rutin yang dilakukan kepada pejabat tinggi. Saya diberikan salinan foto copy arsip dan saya cocokkan,'' jelasnya.

Terkait aliran dana Rp 25 milliar kepada 10 atasan Gayus Tambunan di Ditjen Pajak, Tjiptardjo belum menerima laporan. Dia malah mempertanyakan dari mana aliran dana itu bisa masuk ke rekening Gayus dan kemudian dikirimkan ke 10 atasannya. Dia mendesak agar KPK maupun polisi memeriksa ulang pernyataan Gayus. Hal itu diperlukan untuk memastikan apakah dana tersebut memang betul masuk ke kantong pribadi 10 pejabat Ditjen Pajak atau hanya alibi Gayus untuk menjerat mereka.

Apalagi, pernyataan Gayus yang sebelumnya mengaku dapat uang dari pengusaha Ari Kuncoro dinilai merugikan intansinya. ''Gayus harus diperiksa ulang. Pengakuannya tidak konsisten terkait aliran dana. Jangan orang yang tidak salah jadi bersalah,'' kata Tjiptardjo.

Saat ini kata Tjiptarjo, dia telah menginstruksikan Inspektorat Jenderal dan Kepatutan Ditjen Pajak menyelidiki dan memeriksa 10 atasan Gayus. Hasil pemeriksaan harus selesai paling lambat minggu ini. Pasalnya, 10 atasan Gayus di Dirjen Pajak dikabarkan mendapatkan dana Rp 25 miliar.

Selasa, 06 April 2010

Pesta Rakyat dan Kios Dadakan

KONGRES PDI Perjuangan identik ''pesta'' wong cilik. Mereka juga menyerbu arena kongres. Namun mereka hanya boleh ''berpesta'' di luar Hotel Inna Grand Bali Beach, tempat kongres berlangsung. Ribuan penggembira, Selasa (6/4) pagi kemarin, menyuguhkan berbagai atraksi di pintu gerbang memasuki hotel yang dibangun saat pemerintahan Soekarno.

Ada tari Reog Ponorogo lengkap dengan tari Jaranan lainnya dari kader dan simpatisan PDI-P Jawa Tengah. Mereka mengenakan pakaian tari berwarna merah lengkap dengan atribut partai berlambang banteng.

Keriuhan kongres juga tampak dari melimpahnya ribuan simpatisan, penggembira bersama keluarga asal berbagai daerah. Deretan kios dadakan di Jalan By-pass Ngurah Rai menuju Jalan Hang Tuah arah Inna Grand Bali Beach juga muncul. Mereka menjual berbagai atribut PDI Perjuangan.

Sementara ratusan kendaraan -- bus dan mobil pribadi -- juga memenuhi pinggiran Jalan By-pass Ngurah Rai, Jalan Hang Tuah, hingga jalan-jalan masuk kawasan hotel maupun pemukiman, seperti di sekitar Jalan Waribang. Hal ini membuat suasana lalu lintas sekitar Sanur macet total.

Dari pelat nomor polisi bus maupun kendaraan pribadi yang diparkir dekat pantai Jalan Hang Tuah Sanur, sebagian besar berasal dari Jatim, Semarang, Pekalongan, Yogyakarta, Jabar dan sebagian asal Sumatera. ''Ini kami masih menunggu sebagian rombongan yang belum lapor untuk mengatur pembagian kamar. Rupanya meski baru datang sebagian rombongan memilih langsung jalan-jalan,'' kata salah seorang panitia rombongan di Hotel Sanur Agung.

Rombongan simpatisan juga tampak di sebuah hotel di Jalan Waribang, Kesiman. Deretan mobil parkir memenuhi kedua bahu jalan yang berjarak sekitar tiga kilometer dari arena kongres.

Tak hanya penggembira, ratusan media juga memadati pintu gerbang Inna Grand Bali Beach. Mereka harus menunggu lama untuk kepentingan pemeriksaan. Pemeriksaan sangat ketat dari barisan keamanan dan pecalang. Mereka yang tak lengkap identitas seperti foto, tak bisa lolos ketika memasuki arena kongres. Selain di pintu gerbang, ada tiga lapis lagi pemeriksaan sebelum memasuki Agung Room Inna Grand Bali Beach. Banyaknya awak media yang tertahan pada saat pembukaan kongres disebabkan lambannya pengurusan kartu kongres. Sehari sebelumnya, sejumlah wartawan hendak mencari ID card, namun belum bisa dikeluarkan karena belum ada tanda tangan panitia pusat

Jinten Hitam Untuk Menghalau Gatal dan Eksim

Tubuh dapat memberikan pertanda apabila ada organ tubuh yang tidak beres. Indikasi adanya penyakit ditandai dengan banyak pertanda dalam tubuh : pilek, batuk, sulit buang air besar dan kecil, menstruasi tidak lancar, pusing, mual dan ciri fisik lainnya adalah tanda-tanda fisik yang mudah dibaca sebagai bentuk dan gejala ada organ tubuh yang tidak beres. Sangat terbiasa terlambat mencegah dan terlalai untuk mengurus kesehatan sehingga menjadilah penyakit eksim kronis.

Bila manusia sadar akan keterbatasannya dan konsentarsi pikirannya menuju pada titik asal mula, maka semua getaran vibrasi dan energi prana yang ada pada penggalan cahaya mikrokosmik berasal dari yang Tunggal dari sumbernya yang asli yaitu Entitas Agung. Bila demikian persoalannya berarti manusia tidak perlu membanggakan diri terlalu jauh bahwa dirinyalah yang menyembuhkan penyakit.
Prana yang berada di setiap sel dan sudut dunia juga berasal dari-Nya, termasuk prana yang ada di dalam tumbuh-tumbuhan yang digunakan sebagai bahan obat-obatan. Atas dasar itu para praktisi pengobatan medis (dokter, balian, tabib) tidak mengingkari akan keterbatasan manusia untuk dikatakan sebagai Penyembuh. Manusia hanya instrumen dari pengaksesan dari kekuatan supra ektoplasmik yang dianugrahi Tuhan Yang Maha Kuasa (Ida Hyang Widi Wasa) sebagai perpanjangan dari kekuatan supra natural lainnya.
Akibat gerusan tehnologi, makanan menjadi tidak sesederhana yang dulu diwariskan nenek moyang kita. Banyak makanan yang dibuat dengan beragam cita rasa, bervariasi bentuk dan beraneka ragam bahan sehingga pencernaan menjadi kesulitan mencerna.
Bumbu-bumbu dapur ternyata mengandung khasiat obat herbal untuk menyembuhkan multi penyakit. Salah satunya adalah jinten hitam, dapat dijadikan obat herbal yang mengandung khasiat multi efek.
Jinten hitam atau biji hitam dalam bahasa latin disebutnya sebagai Nigella sativa atau dalam bahasa Arab disebutnya abbatusauda yang oleh masyarakat Timur (India) menyebutnya Kalounji.
Disebut tanaman jinten atau biji hitam (black seed) karena memang bijinya berwarna hitam, berbentuk lanset, memiliki tiga tulang dan daunnya berbulu. Bunga jinten hitam memiliki kelopak bunga.
Jinten hitam menguatkan imunitas, memelihara, menjaga dan memperbaiki sistem kekebalan tubuh. Dalam sistem kekebalan tubuh manusia, jinten hitam menjadi satu-satunya tanaman yang memiliki senjata khusus untuk menghancurkan segala penyakit.
Penelitian menunjukkan jinten hitam mengandung : asam lemak, karoten, asam amino, protein dan karbohidrat, mengandung 100 unsur untuk imunitas yang menyembuhkan kanker, menyembuhkan radang persendian dan mengatasi impotensi jika dikonsumsi secara teratur. Sangat baik dikonsumsi untuk memelihara kesehatan yang berhubungan dengan kulit dan kuku, mencegah kerontokan rambut.
Berdasarkan data ilmiah maka jinten hitam sangat bermanfaat untuk penyakit gatal-gatal, alergi, eksim, jerawat, flek pada wajah, luka pada kulit atau yang berhubungan dengan darah yang kotor. Menekan kadar gula darah (hypoglemik), menormalkan tekanan darah, memberikan asupan kandungan, termasuk memiliki peluang besar untuk mengatasi kanker .

Di bawah ini khasiat jinten hitam banyak dimanfaatkan untuk penyakit :
Kolestrol Tinggi
Jintem hitam ditambah dengan sambung nyawa, dan umbi daun dewa masing-masing 200 g lalu. Semua bahan ditumbuk halus dicampur air lalu direbus setelah mendidih saring. Diminum 2 X 1 sehari (pagi dan malam setelah makan). Disarankan bagi orang yang memiliki kolestrol tinggi, konsumsi buah (jus buah) setiap hari menjelang tidur atau makanan yang banyak mengandung serat.

Diabetes Militus (DM)

Jinten hitam, daun salam, sambiloto (masing-masing 100 g) dan 1 rimpang umbi daun dewa. Lalu bahan ini ditumbuk halus dan direbus sampai mendidih lalu disaring. Minum 2 X 1 sehari (pagi dan malam setelah makan)

Jerawat (Eksim atau gatal-gatal)
Jinten hitam 200 g, ½ rimpang jahe merah, 50 g seledri, 100 g daun tulasi, 10 biji merica hitam ditumbuk halus lalu direbus sampai mendidih dan disaring. Konsumsi 2 x 1 sehari.
Usahakan setiap hari menkonsumsi air kelapa (degan) yang ditambah dengan sedikit garam dan jeruk nipis. Minum pada siang hari, cukup sekali. Maka kulit dan muka akan menjadi cerah dan bercahaya.

Ramuan untuk kanker :

Jinten hitam 150 g. ½ rimpang temulawak, 1 rimpang umbi daun dewa, 100 g sambiloto dan temu putih. Semua bahan-bahan ini ditumbuk sampai halus direbus sampai mendidih dan saring. Minum 3 x 1 sehari (pagi, saing dan malam).

Tips sehat :
Jangan minum air setelah makan. Minum dilakukan sebelum dan sesudah 2 jam makan. Logikanya makanan yang sedang dicerna oleh api pencernaan akan menjadi padam sehingga makanan yang kita kunyah belum sepenuhnya dapat dikunyah secara sempurna karena api penceranaannya mati oleh air yang diminum sehingga menjadi dingin. Akibatnya juga kotoran tinja akan menjadi keras akibat mengunyah makanan yang kurang sempurna. Bila haus, minum hanya sekedar melonggarkan di bagian kerongkongan.
Pastikan makan buah 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Logikanya, buah mengandung Vit.C yang kalau dikonsumsi setelah makan, maka vitamin C larut dalam karbohidrat, sehingga vitamin C yang kita konsumsi menjadi sia-sia.
Usahakan makan buah tidak berbarengan dengan buah semangka sekaligus. Buah apapun yang anda makan jangan dikonsumsi berbarengan dengan buah semangka. Buah semangka sangat cocok dikonsumsi pada siang hari karena banyak mengandung air dan bagus untuk mencegah penyakit ginjal.


Kisah Dua Burung Atat

Dalam benak yang keruh tidak mungkin ada kebeningan. Pada hati yang keji tidak mungkin ada olas asih. Karenanya kalbu ini perlu dibersihkan, dirawat senantiasa.

Dari mana kejahatan dan kelahiran bermula? Kenapa dunia ini dipenuhi aneka perangai yang saling mengancam, serta-merta mendominasi tabiat setiap orang?
Nyatanya dunia dipenuhi beraneka kejahatan, keculasan, kedengkian, kemarahan. Namun demikian, di antara tabiat buruk itu, tak sedikit mereka yang baik budi, penyabar, jujur, lurus hati, peramah, penolong yang senantiasa hirau derita orang lain. Tentu ada seribu satu tabiat berbeda di dunia ini, ada banyak alasan kenapa orang bisa berbuat jahat.
Lalu dari mana gerangan muasal perangai yang beraneka itu? Adakah ia “diciptakan” semata menunjukkan bahwa, begitulah realitas hidup yang ada. Kegembiraan senantiasa berdampingan dengan kesedihan, rasa bahagia selalu dibuntuti perasaan was-was, ketakutan, serta kegelisahan. Dan hidup menjadi serba tak menentu. Tak jarang yang pintar memperdaya yang bodoh, yang kuat memperalat yang lemah. Sejatinya adakah hidup memang ditandaskan begitu adanya, lengkap, penuh hiruk-pikuk, intrik, olas-asih, derma, dan kejujuran. Semua itu pasti berguna, berfaedah bahwa, hidup ini tidak sedatar dibayangkan orang.
Para ahli ilmu jiwa, dan juga kaum agamawan menilai hidup ini sebermula netral adanya, ibarat kertas putih tanpa coretan. Dan setiap jabang bayi yang lahir ke bumi dianggap sebagai kertas putih. Persoalanya, dalam perjalanan hidup kemudian, saat mana bayi makin bertumbuh dan berkembang, kertas putih itu pun mulai penuh coretan pengalaman yang melekat di memori—sudah tentu pengalaman yang menumpuk pada memori itu dipenuhi sejumlah kondisi. Ada pengalaman jelek maupun pengalaman baik. Jika pengalaman baik dominan menumpuk di benak, tak mustahil kebaikan melingkupi hati seseorang, begitu pula sebaliknya.
Pada awalnya semua kelahiran mulia adanya. Kehidupan, pengalaman, dan pengajaran membuat orang cenderung menumbuhkan tabiat berbeda. Watak pendendam, suka marah konon pada awalnya muncul karena ada tekanan rasa takut, dan rasa takut muncul dari kebodohan. Kelak ceritra-ceritra dari Panca Tantra melukiskan dengan indah bagaimana karakter yang berbeda itu bisa terbentuk. Hal kisah dua ekor burung kakak tua, sejak bayi ditinggal mati induknya. Dalam lapar dan kepanasan, seekor bayi kakak tua dipungut seorang pemburu yang kebetulan lewat. Seekor lagi dipungut seorang pendeta tak jauh dari asrama nan indah dan asri.
Kedua bayi burung itu dipelihara semang yang berbeda. Yang satu dipelihara seorang pemburu, di mana saban hari kerjanya hanya mendamprat dengan kata-kata kejam: bunuh, kuliti, potong, terkam, dan sebagainya. Burung kakak tua yang satu lagi dipelihara orang suci bijak bestari, yang tiap hari hanya mengucapkan kata-kata kebaikan: cinta, kasih sayang, mari berteduh. Dan kakak tua tergolong burung yang mudah diajar ucapan apa saja, tergantung kebiasaan induk semangnya.
Bertahun-tahun dipelihara, bayi burung ini pun tumbuh dewasa. Kedua-duanya pandai menyerap kebiasaan sang pemelihara, maka bertumbuhlah dua burung ini dalam dunia yang berbeda. Syahdan seorang penjahat lari ke tengah hutan hendak menyelamatkan hidup. Setelah berlari sekian jauh, dengan nafas ngos-ngosan, sang penjahat menghampiri rumah pemburu. Begitu mengetuk pintu, burung kakak tua langsung mendamprat, “Kejar, bunuh, kejar, bunuh.” Tanpa berpikir panjang hendak menyelamatkan nyawa, penjahat ini langsung lari ketakutan.
Sang penjahat mengumpulkan sisa-sisa nafasnya, ia berlari sempoyongan, lapar, haus, dan rasa takut menyelimuti hatinya. Tak seberapa lama, ia masuk ke sebuah pondok nan asri, bunga-bunga tengah bermekaran, aliran air jernih gemericik, pohon-pohon merindang hijau, dan udara pun terasa sejuk. Tiba-tiba sang pejahat mendengar sapaan halus, “Anaku mari berteduh, sudi mampir ke pondok kami,” demikian burung kakak tua berceloteh. Tuan rumah, yang seorang pendeta belum juga muncul, terlihat dia tengah khusuk beryoga. Entah kenapa perasaan penjahat itu tiba-tiba jadi teduh, rasa takut berangsur sirna.
Di amben pondok, tak jauh dari burung kakak tua bertenger, sang penjahat tercenung, “Tadi di rumah seorang pemburu, kenapa burung kakak tua itu bisa berkata-kata kejam: bunuh, kejar, bunuh. Namun di sini, di rumah seorang pendeta, burung itu menjadi sedemikian ramah, menyapa dengan dengan sejuk ,” pikir sang penjahat. Tiba-tiba pendeta berjumbah coklat tua muncul, “Nak minum dulu, kalian pasti lelah, haus dan lapar. Istirahatlah di sini, jika mau tinggallah di pondok ini. Kami senang kalian bisa datang,” tukas sang pendeta teduh.
Sang penjahat tiba-tiba tersadar. Betapa kejahatan yang dilakukan selama ini dikondisikan oleh keadaan dan pergaulan. Sejak kecil bergaul dengan penjahat, dan ia pun tumbuh jadi pejahat. Pergaulan bisa mengubah tabiat seseorang, tentu. Sang penjahat menyadari, bahwa selama ini ia telah merawat bibit kejahatan di hati. Memang ada banyak bibit tertanam di benak, ada bibit kebaikan, olas asih, kejujuran, begitu pun bibit kemarahan, kekejaman, kedengkian, dan sebagainya. Masalahnya, bibit mana yang akan Anda rawat? Bila Anda merawat bibit kedengkian, maka Anda pun bertumbuh jadi seorang pendengki. Bila Anda merawat perasaan perasaan kejam, tak mustahil kekejaman akan menyelimuti hati Anda.
Hati ini ibarat ladang luas terbentang. Di sana bisa tumbuh beraneka tabiat, tak kecuali tabiat jahat. Karenanya hati ini pun perlu dirawat dengan baik, ibarat menyiangi tanaman di ladang, jika Anda mau tanaman keutamaan tidak terganggu, bisa tumbuh subur di ladang luas bernama hati, sebaiknya rajin-rajinlah menyiangi tanaman liar di hati. Dengan demikian, tanaman keutamaan pun akan tumbuh subur. Mpu Kanwa, pengarang kakawin Arjunawiwaha mengibaratkan hati ini tak ubah jun penuh air. Dalam setiap jun berisi air jernih akan terlihat bayangan bulan. Akan tetapi jika air di jun itu keruh, bayangan bulan tidak mungkin terlihat. Memang pada setiap air yang tergenang pasti terdapat bayangan bulan, soalnya kemudian apakah air itu keruh atau bening. Mpu Kanwa cuma mengingatkan, hanya pada jun berair jernih bayangan bulan tampak.
Jun itu ibarat benak, tentu. Dalam benak mereka yang keruh tidak mungkin ada kebeningan. Pada hati mereka yang keji tidak mungkin ada olas asih. Karenanya betapa hati ini perlu dibersihkan, dirawat senantiasa. Caranya: menjauhkan bibit kejahatan itu bertumbuh di hati. Pergaulan, kebiasaan buruk adalah jalan di mana orang bisa terjebak, terhalang dalam penumbuhan sifat-sifat baik. Bagawan Wararuci, penulis kitab Sarasamuccaya sejak awal telah mengingatkan hal ini, karena betapa dalam pergaulan itu orang dengan mudah terseret dalam arus gelap, di mana hati dikeruhkan debu keburukan. “Maka hendaklah orang berbudi luhur saja yang menjadi kawan Anda,” tulis Wararuci.
“Rasa itu adalah benih, dan pikiran adalah buahnya,” tulis Jalaludin Rumi, penyair tersohor kelahiran Afganistan. Memang, rasa apapun yang terkondisi di hati mudah muncul dalam pikiran dan perbuatan. Karena alasan inilah hati perlu dirawat senantiasa. Para tetua Bali mengibaratkan hati itu tak ubahnya kembang bunga padma— yang selalu tumbuh mekar di hati setiap orang. Karenanya muncul istilah bungan keneh, bunga hati yang senantiasa tersenyum segar. Di puncak itu, ketulusan, kebaikan, kesabaran, cinta kasih, adalah bunga-bunga hati yang menyebabkan hidup selalu tersenyum. Orang Bali lalu menyebutnya sebagai: puspa tan alum, bunga yang tak pernah layu.

Bergema Sampai ke Negara Thailand

Pelayanan Publik Kota Denpasar
Bergema Sampai ke Negara Thailand
Denpasar (Bali Post) -Keberhasilan Pemkot Denpasar meraih poin tertinggi di Indonesia hasil survei KPK dalam pelayanan publik terdengar sampai ke negeri Gajah Putih. Terbukti hadirnya Wali Kota Pattaya Thailand, Kunplome Itthiphol, bersama 32 rombongan, termasuk Ketua DPRD Kota Pattaya Thailand Chaiswangvong Tavich yang diterima langsung Wali Kota I.B. Rai Dharmawijaya Mantra didampingi Sekretaris Daerah Kota Denpasar A.A. Ngurah Rai Iswara di ruang pertemuan Praja Utama, Senin (5/4) kemarin.

Setelah mendengarkan informasi langsung dari Wali Kota Rai Mantra tentang kondisi Denpasar yang hampir memiliki kesamaan dengan Kota Pattaya, rombongan yang disertai para konsultan setempat juga meninjau pelaksanaan safe community, RPKD 91.45 FM dan Dinas Perizinan. Bahkan, dalam kunjungannya di RPKD 91.45 FM, Wali Kota Kunplome Itthiphol berkesempatan melakukan talk show live.

Dalam wawancaranya di RPKD 91.45 FM, Wali Kota Pattaya yang baru berusia 37 tahun ini terkesan dengan apa yang dilakukan Pemkot Denpasar, terutama kecerdasan Wali Kota Denpasar memadukan sistem pelayanan publik dengan teknologi. ''Perpaduan antara pelayanan publik dengan teknologi langkah efektif dalam memberikan pelayanan,'' ujar Kunplome Itthiphol.

Selain itu, Kunplome Itthiphol mengaku kagum atas kecepatan Pemkot dalam menangani kebencanaan, dari informasi masuk melalui call center termasuk diinformasikan langsung melalui RPKD 91.45 FM. Selebihnya Wali Kota Pattaya mengakui pihaknya saat ini belum punya radio traffic, mudah-mudahan ke depan radio yang dimiliki Pemkot ini bisa mengudara di Kota Pattaya. Dia juga berharap ke depan akan melakukan kerja sama di beberapa bidang dengan Pemkot Denpasar.

Saat mengunjungi Dinas Perizinan, Wali Kota Kunplome Itthiphol mengaku bangga dan salut terhadap sistem pelayanan one stop service yang diterapkan Pemkot. Sistem pelayanan seperti yang dilakukan Pemkot Denpasar sudah mampu memberikan kepuasan masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan keberhasilan Pemkot Denpasar dalam meraih nilai tertinggi 7,48 dalam survei Integritas Pelayanan Publik yang dilakukan oleh KPK pada akhir tahun 2009 seperti apa yang disampaikan Wali Kota Rai Mantra.

Wali Kota Pattaya mengakui sistem pelayanan one stop service belum diterapkan di wilayahnya. Untuk itu kunjungannya kali ini juga akan menggali informasi tentang sistem pelayanan one stop service.

Sementara itu, Wali Kota Denpasar I.B. Rai Dharmawijaya Mantra mengatakan bahwa apa yang dilakukan ini semata-mata untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. ''Dengan motto Sewaka Dharma, kami beserta seluruh aparat di jajaran Pemerintah Kota Denpasar senantiasa memberikan yang terbaik kepada masyarakat, karena memberikan pelayanan adalah merupakan kewajiban pemerintah,'' katanya. (kmb12)

Tumpukan Sampah di Penataran Agung Pura Besakih

Tumpukan Sampah di Penataran Agung Pura Besakih

Minggu, 4 April 2010 kami dan keluarga tangkil ke Pura Batur dan Pura Besakih. Yang menarik perhatian kami adalah adanya perbedaan pengelolaan sampah bekas canang maupun bunga yang ditinggalkan pemedek sehabis sembahyang di ke dua pura tersebut. Di Pura Batur, panitia membersihkan secara periodik sampah bekas canang/bunga yang ditinggal pemedek sehabis sembahyang. Para pemedek yang baru datang harus rela menunggu sejenak di Madya Mandala sebelum masuk ke Utama Mandala untuk sembahyang, karena panitia melakukan pembersihan bekas canang/bunga. Setelah selesai dilakukan pembersihan para pemedek dipersilakan masuk. Dengan demikian lingkungan Utama Madala tempat kita sembahyang menjadi bersih.

Sebaliknya di Pura Penataran Agung Pura Besakih tidak dilakukan seperti halnya di Pura Batur. Tumpukan sampah di Penataran Agung Pura Besakih sangat memprihatinkan. Para pemedek bersembahyang di atas tumpukan sampah yang baunya cukup menyengat. Kondisi ini sangat mengganggu konsentrasi pada saat sembahyang dan kurang memberikan pendidikan yang baik tentang kebersihan kepada generasi penerus kita.

Sekadar saran/usul, ada beberapa cara yang bisa dilakukan dalam pengelolaan sampah bekas canang/bunga:

1. Pemedek diminta mengambil canang/bunga sehabis sembahyang dan diletakkan pada tong sampah yang telah disiapkan panitia. Pengelolaan sampah seperti ini telah dilakukan di Pura Senduro Lumajang Jatim dan Pura-pura besar di Jawa, bahkan di beberapa Padharman di Pura Besakih sendiri. Dengan demikian pemedek ikut dididik bertanggung jawab dalam hal kebersihan pura dan lingkungannya.

2. Panitia membersihkan bekas canang/bunga yang ditinggalkan pemedek, seperti yang dilakukan di Pura Batur. Tetapi kasihan panitianya, sepertinya kebersihan itu tanggung jawab panitia semata, padahal pemedek juga seharusnya ikut dididik menjaga kebersihan.

3. Kombinasi poin 1 dan 2 di atas; pemedek tetap diminta untuk membersihkan bekas canang/bunga yang ditinggalkan sehabis sembahyang, dan bila dirasa kurang panitia ikut membersihkan sisa-sisa sampah tersebut dalam periode tertentu. Dengan demikian kita harapkan pemedek tidak saja menjaga kebersihan di dalam pura, tetapi juga diharapkan mempunyai dampak positif tidak membuang sampah di sembarang tempat. Termasuk tidak membuang sampah dari dalam mobil sepanjang perjalanan suci menuju pura maupun sekembalinya dari pura.

Rabu, 31 Maret 2010

Leteh dalam Konteks Keruangan

Leteh, cemer, kotor, dikonotasikan dengan situasi dan kondisi yang diduga atau dapat diduga tercemar sekala- niskala akibat terintervensinya ruang dan roang oleh elemen faktor-faktor negatif. Dampaknya memunculkan nuansa ruang yang bermuatan negatif dan berpengaruh terhadap suasana hati (resah), kepengapan rasa (gelisah), kesesakan (sumpek) bagi mereka yang memiliki komitmen moral yang sama (roang, komunitas). Kehidupan dengan pola pembiaran, menggampangkan dan permisivisme membuat tatanan hidup menjadi runyam, tanpa bentuk dan tanpa wajah yang jelas serta bermasalah. Bentuk tindakan serba seenaknya, semaunya tanpa mempertimbangkan perasaan orang lain adalah keluaran ( out come ) dari prilaku lingkungan permisivitas atas sikap masa bodoh masyarakat. Seperti membuang berbagai limbah sembarangan, pemanfaatan jalan umum tanpa memperhatikan rambu-rambu jalan, menyalahgunakan fasilitas dan utilitas milik pemerintah, membangun pondokan di tengah sawah dengan segala aktifitasnya, menjemur pakaian di sawah, sebaliknya menjemur padi di jalan dan melakukan tindakan yang tidak seharusnya di tempat-tempat yang disepakati untuk disucikan, disakralkan seperti pura, dadia, ibu maupun tempat sembahyang keluarga (merajan,sanggah) menjadi berbagai jenis hunian. Kealpaan di mana kelompok remaja memanfaatkan “ momentum” berpacaran di saat digelar upacara atau persembahyangan bersama di pura, menggerayangi tempat-tempat pondokan darurat, rumah tenda petani pekerja di sawah-sawah, di mana mereka tahu bahwa tempat-tempat termaksud adalah domain yang patut disakralkan, sesuai dengan kesepakatan-kesepakatan yang diputuskan tradisi maupun masyarakat. Penataan ruang yang salah, khususnya menyangkut struktur ruang, peruntukan ruang dan pemanfaatannya, dapat terjadi intervensi ruang yang tidak rasional (menyangkut logika dan analisisnya) tidak realistik (tidak merencanakan kegiatan berdasar potensi yang dimiliki daerah) dan tidak praktis (tumpang tindih tidak berdasarkan obyektivitas sasaran). Akibat kesalahan dan kekeliruan terhadap penataan ruang dikaitkan dengan dinamika perkembangan masyarakat, kreatifitas imajinatif kehidupan masyarakat yang muncul dalam proses kehidupan berkecendrungan bersaing, menimbulkan berbagai konflik berkelanjutan. Perubahan pola tatanan budaya, tatanan kehidupan ekonomi, sosial, psikologi, sikap hidup yang sulit diantisipasi berkaitan dengan perubahan tata surya-alam semesta (zaman Kaliyuga). Ketidaksiapan masyarakat menghadapi benturan-benturan pergeseran budaya (tatanan dan pola hidup), perubahan stratifikasi sosial masyarakat yang bersifat vertikal maupun horizontal, menimbulkan berbagai konflik kejiwaan yang cukup serius berpengaruh terhadap sikap, perilaku, tindakan, lingkungan hidup dan sistem kehidupan. Bagi orang Bali khususnya yang beragama Hindu yang terikat pada: pola pembiasaan, pola taat azas dan taat hukum, pola kekakuan memegang prinsip, dan pola panutan, menghadapi perubahan dahsyat (turbelensi), tersentak (kamemegan, bangun kapupungan, grasa grusu), cemas, resah, gelisah karena takut terjadinya perubahan dan hilangnya kenyamanan hidup sehingga terjebak pada halusinasi kemapanan tanpa sadar bahwasanya telah terjadi perubahan yang sangat mendasar yang menggerus tatanan hidup kehidupan lahir bathin ke arah titik nadir. Mereka yang “ngeh” yang dalam kesehariannya, hidup mengikuti arus muncul-tenggelam selaras dengan gelombang kehidupan berusaha menyelamatkan diri dengan meniti buih. Sedangkan mereka yang takut kehilangan, takut kehabisan, takut tidak kebagian, takut keduluan, takut kehilangan perhatian mencari cara-cara kemudahan demi kepentingan pribadinya tanpa pertimbangan moralitas maupun perasaan sosial, mengorbankan nilai, harkat dan harga dirinya sehingga mereka tidak segan-segan untuk mengorbankan dan dikorbankan demi segenggam harapan “kemapanan” nafsu serakahnya. Proses pertumbuhan dan perkembangan hidup tanpa landasan moral, hidup tanpa kemaluan, hidup jelas tanpa kejelasan, hidup tanpa kesadaran akan makna tujuan kehidupan yang mengajarkan bahwa setiap hentakan langkah pada suatu titik adalah persimpangan. Hidup dan kehidupan tanpa kewaspadaan terhadap trik-trik dan bayangan fatamorgana yang menjanjikan nikmat tanpa sadar dan kerja keras sesungguhnya merupakan wahana dan ruang yang berpotensi terjadinya kaletehan. Hidup tanpa logika, hidup yang tidak realistis dan hidup yang tidak praktis yang muncul sebagai akibat kesalahan, kekeliruan ataupun ketidakmampuan dan ketidakberdayaan membaca tanda-tanda alam, tanda-tanda zaman, merasa-rasakan, lanjut menganalisa dengan ketajaman rasa memberikan peluang terjadinya perilaku-perilaku menyimpang, berdampak pada terjadinya kaletehan di mana leteh merupakan hubungan sebab akibat dari pola kehidupan menyimpang dengan tendensi konflik dan bencana beserta ikutannya yang berkembang berdasarkan deret ukur melalui proses tanpa kendali – memaksa, memperkosa, bertindak terpaksa dengan kekerasan yang tidak jarang berakhir dengan saling bunuh. Untuk mencegah dampak “kaletehan” adalah meniadakan “leteh” dari berbagai aspeknya dengan mengubah persepsi substantif dan terminologi leteh melalui skenario planning, yakni merencanakan skenario baru yang adaptif,toleran terhadap perubahan--serta memiliki kemampuan system thinking, berpikir berdasarkan interaksi dan interelasi sub-sub sistem secara rasional dan realistis untuk mencapai tujuan. Artinya pola pikir orang Bali harus “diubah disesuaikan dengan konsep Tri Hita Karana (Tri Ning Tri) di mana diharapkan dapat teraktualisasikan keselarasan dinamika perkembangan, bergerak dari suatu keseimbangan menuju keseimbangan baru yang lebih baik. Kita harus berubah, tahu mengapa harus berubah, tahu cara untuk berubah dan siap untuk hidup bersama perubahan, mampu menyikapi, menyiasati perubahan sehingga mendapatkan manfaat melalui upaya berbagi, berbeda tanpa membedakan, menguasai teknologi dan informasi menjadi pemikir kreatif, menumbuhkan keyakinan diri dan melejitkan kepekaan emosional. Yakinlah kaletehan akan tuntas apabila kita mampu menggantikan pertanyaan; m engapa menjadi, mengapa tidak, dan bagaimana caranya menjadi kerjakan. Kita harus berani berbeda dan hidup dalam perbedaan tanpa membeda-bedakan. Harus berfikir dalam ke-liar-an ketidakterbatasan --terbang bebas bagaikan rajawali. Leteh dan kaletehan sangat ditentukan cara kita berpikir, cara pandang yang kita anut dan sesungguhnya sangat relatif akibat dimasipkan justru menjadi persoalan dalam kehidupan, padahal kesemuanya dalam hidup ini adalah ‘peristiwa' yang akan hilang bersama pergeseran waktu. Mari kita berpikir secara berbeda, belajar hidup dalam perbedaan dan menemukan hakikat perbedaan. Mencatat suara dalam diri, merasa-rasakan emosi yang muncul pada setiap detak jantung masing-masing, bisikan hati dan naluri pencerahan jiwa dalam kesiapan menerima peluang mewujudkan kemungkinan dengan kemahardikaan. Untuk mencegah “leteh” sebagaimana dikonotasikan dan menjadi persepsi dalam memandang hidup baik buruk, perlu tahu arti dan makna leteh secara tepat, bermanfaat, paham akan dampak kaletehan terhadap buana agung dan buana alit, mampu menyikapi hidup dengan tindakan keteladanan, tidak melakukan hal-hal yang berkecenderungan leteh. Membangun konsep dengan kontruksi holistik untuk menjaga keseimbangan Bali sebagai sebuah pulau yang menjadi bagian tak terpisahkan dari suatu negara kesatuan berbentuk Republik, berdasarkan hukum dengan cara meningkatkan daya tawar Bali dari berbagai aspeknya adalah keharusan. Hanya Bali Mandiri (bukan otonomi khusus tetapi otonomi teritorial yang fungsional) yang mampu menjaga Bali dari intervensi kaletehan yang datang dari dirinya maupun dari luar. Rasan Bali hanya dimiliki manusia Bali yang ber-kebalian. Karena leteh adalah menyangkut rasa dan perasaan maka penyelesaiannya adalah mengkaji ulang cara-cara berperasaan yang sudah tidak sesuai dengan zamannya. Dalam hal ini “ukuran” menjadi penting. Dan menjadi kewajiban bersama untuk mengubah dan menyepakati tentang rasa lan rumasa bukan raksa keraksasan. Semoga pikiran baik datang dari berbagai penjuru.

Mayat-Mayat tak Bertuan

Mayat-Mayat tak Bertuan
Leteh adalah sebentuk kelambanan menangkap sinyal zaman. Dan ia yang tidak membiarkan dirinya mengalir sejatinya dibekuk kaletehan sendiri.
Ini pengalaman seram dialami Nyoman Wiguna sepanjang Jalan Gatot Subroto, Denpasar. Kisah ini bisa jadi berbau klenik, mengada-ada. Tapi begitulah yang diadapi pemuda kalem asal Desa Angantelu, Kecamatan Manggis, Karangasem. Sejak kecil Wiguna memang punya “kelainan” melihat sesuatu di alam lain, di mana tak banyak orang bisa melihan dan mengalami. Pada hari-hari tertentu, biasa menjelang hari kajeng kliwon Wiguna melihat sejumlah roh tengah gentayangan di Jalan Gatot Subroto, begitu juga di sejumlah jalan lain di Denpasar. Menurut Wiguna, roh-roh itu tampak menyedihkan, keadaannya sangat tersiksa, menjijikan, dengan luka borok di sekujur tubuh, dan patah tulang. Ada juga roh tak berkepala, tak bertangan, kedua mata keluar darah. Ada lagi roh wanita tengah menggendong bayi, menangis kehujanan, dengan pakaian kumal compang-camping, dari vagina keluar darah dan nanah. Tampak juga roh memanggil-manggil, meminta tolong, seperti menahan rasa lapar dan haus, jalannya pincang, mata picek sebelah. Apa sesungguhnya yang tengah dialami Nyoman Wiguna? Jujurkah pengalaman itu? Tidakah pemuda penghobi komputer ini mengalami halusinasi, atau mungkian mengalami semacam kegilaan? Psikologi ala Barat terang teramat susah menjelaskan hal ini. Jika pun terpaksa dijelaskan, Wiguna pasti disinyalir mengalami kelainan jiwa, disebut halusinasi. Tapi saat diwawancarai SARAD, Wiguna ternyata bukan penghobi klenik, apalagi penggemar cerita seram. Ia seorang cukup terpelajar, pencinta spiritual, penghobi komputer. Sebagai seorang yang hanya tamat diploma komputer, pengalaman Wiguna menyajikan simpul drama kekerasan kota yang kian sesak, padat dan centang perenang. Saat kota mengalami mobilitas tinggi, dijejali carut-marut masalah lalulitas, silang sengkarut problem sosial, ketersesakan hunian, kebisingan, dan rebutan lapangan kerja, tentu sangat terbuka terjadi kekerasan kota. Dalam kondisi seperti ini, kota lalu menjelma menjadi mesin pembunuh paling kejam. Betapa tidak, keteledoran berlalulintas misalnya, ditenggarai memakan banyak tumbal manusia. Belum lagi tumbal kejahatan, kekerasan, dan pembunuhan di sembarang tempat. Inilah problem kota paling modern sekaligus paling barbar. Stres akibat kebutuhan hidup susah dipenuhi adalah ciri dari penyakit ketersesakan hunian kota. Dan sebagai kota yang terbuka, Denpasar tengah diancam masalah krusial itu. Perang antar geng, perampokan, pembunuhan, pencurian, premanisme, kekumuhan, menunjukkan bara kekerasan kota tengah terjadi. Lalu, apa hubungan roh gentayangan dengan problem besar kota modern, sebagaimana dialami Nyoman Wiguna di Jalan Gatot Subroto? Menurutnya, roh gentayangan itu adalah roh mereka yang mati sia-sia di jalan. Pendeknya mati akibat kekerasan kota. Karenanya roh itu menjadi sangat menderita dan tersiksa. Mereka mati akibat kecelakaan lalulintas, dibunuh, dan diperkosa. Roh-roh ini minta dibebaskan, bila tidak, roh-roh ini pasti senantiasa menggangu, membuat cemar, membikin leteh wilayah. Ini tentu cara orang Bali merasakan ketidakharmonisan lingkungan, dalam bahasa orang Bali disebut leteh , setidaknya sebagaimana dialami pemuda I Nyoman Wiguna. Memang setiap yang diyakini membawa kemajuan terang memerlukan “tumbal.” Setiap pembangunan tentu membawa resiko. Silang-sengkarut lalulintas sebagai misal, diyakini merengut kurban sia-sia. Kebijakan trotoarisasi kota demi kebersihan beresiko memperbanyak ladang nyamuk. Dengan begitu memperbanyak kemungkinan orang kena demam berdarah, alias DB. Ini jelas suatu resiko, korban citra bernama kemajuan. Dan ini adalah “virus” yang secara perlahan pasti menggerogoti hari depan anak cucu. Dan secara perlahan pula a merusak kosmogoni orang Bali -- setidaknya mengacaukan cara pandang, bagaimana orang Bali memahami wilayah hunian yang terstruktur, teratur dalam bingkai tata nilai suci-leteh, ulu-teben, parahyangan- pawongan- palemahan , dan tata adab lainnya yang terbangun menjadi kosmogoni Bali. Sebagai desa dunia, Bali menghadapi problem begitu jelimet. Persoalannya tidak cuma menyangkut persoalan demografi, ekonomi, dan kebudayaan. Tapi problem ini menyangkut tata nilai orang Bali. Problem yang sesungguhnya jarang dihadapi generasi Bali di tahun 1970-an. Coba baca dan tengok media massa lima tahun belakangan ini. Berita orang tentang mati sia-sia betapa teramat banyak. Mulai dari bunuh diri, korban kecelakaan lalu-lintas, pembunuhan, pembuangan orok tak berdosa nyaris saban hari menghiasi pemberitaan media massa di Bali. Lebih tragis tentu ditemukannya mayat-mayat tak bertuan, sebagaimana gencar diberitakan koran lokal minggu ini. Ada yang tergelatak di sebuah got, membusuk di sebuah ladang, terhanyut di sungai, terkapar di pinggir jalan, orok terbuang, terbungkus tas plastik di tempat sampah, jenazah membusuk di kamar hotel, terbunuh perampok, begitu seterusnya. Dan ini terus-menerus “meneror” tata adab orang Bali. Berhadapan dengan problem ini, Bali sebetulnya bukan mosaik yang bisa memberi ekstase lagi – di mana para pendatang terinspirasi keadaban dan kesantunan hidup. Begitu juga orang tak lagi mudah terinspirasi keindahan alam, karena betapa alam Bali kini tak lagi nyaman lestari. Di sana-sisi ia memperlihatkan kebopengan, pertanda begitu kemaruknya manusia. Di Denpasar misalnya, di tengah mall-mall dan swalayan berbau harum, gedung-gedung bank nan megah, di keriuahan pasar tradisonal pengap berbau apek, di jalan-jalan mulus beraspal hotmix -- dalam kenyataan tanpa sadar menjadi ladang penyaliban teramat dingin. Tingginya angka kematiann sia-sia, baik menyangkut angka bunuh diri, kecelakaan lululintas, dan pembunuhan, membuktikan Bali sulit menghindar dari penyebutan ladang penyaliban. Adakah “api durga” Bali kini tengah melakukan pembersihan? Jawabnya, terserah seperti apa Anda memaknai tanda-tanda itu. Persoalan kini, apa yang mesti dibaca dari fenomena itu? Energi apa sesungguhnya tengah memporanda Bali kini? Memang betapa susah untuk disimpulkan, terkecuali harus dimuarakan bahwa Bali kini telah begitu sesak, campur aduk. Menistakan persoalan hulu, dengan mengutamakan persoalan hilir. Intinya, pulau ini telah diadapkan pada suatau kenyataan tentang betapa kerasnya hidup di Bali, alih-alih berebut hidup di kota sesak bernama Denpasar. Teramat sayang juga kenapa para cerdik pandai, para sulinggih, dan para agamawan tak pernah mau membaca tanta-tanda ini. Mereka semua terpenjara formalisme agama, terperangkap teks, terperangkap upacara megah, dan terpesona mantra deklamasi kering pemaknaan. Apabila di sana-sini tercecer mayat tak bertuan, leteh- kah Bali karenanya? Jika pada musim panen sawah-sawah Bali penuh bedeng pekerja luar, cemarkah Bali karenanya? Bila kompleks perumahan menjamur di desa pakraman, bertumbuh subur di wilayah abu-abu, kotorkah Bali karenanya? Ini adalah sejumlah pertanyaan yang seharusnya diarahkan pada keparcayaan orang Bali -- yang konon memegang prinsip tri hita karana -- yakni pada keniscayaan, di mana Bali diyakini sebagai pulau suci dan tersucikan. Karenanya hal-hal yang nungkalik , berseberangan dengan tata adab orang Bali dianggap memantik keletehan atau keadaan tidak suci. Setidaknya begitulah pandangan orang Bali pada umumnya. Dan sampai kini pun tetap demikian adanya. Siapa lalu yang bertanggung jawab pada kondisi Bali sedemikian rupa? Ya masyarakat Bali sendiri, terang. Tapi mengeluh, menggerutu dikemudian tak ada faedah, jelas. Yang ideal betapa elok bila dalam mengadapi modernitas, sejak awal dipersiapkan suprastruktur, mentalitas dan daya budi masyarakat. Sayang, Bali kebobolan dalam hal ini, telat menangkap tanda-tanda zaman, istilah Bali sepanan tangkis . Sebagai misal, bagaimana memandang leteh tidak leteh dalam kehidupan orang Bali yang kian heterogen. Sebagai pusat desa dunia Bali terang berhadapan dengan koneksitas, keterhubungan dengan berbagai ras manusia dunia – yang tentu beda cara pandang dan pola pikir. Berbagai ras, suku, agama berbaur padu di Bali – tentu dengan berbagai kepentingan dan misi hidup. Orang suci, yogin, pebisnis, akademisi, pelacur, teroris, pengemis, mapia dan penjahat pasti senantiasa berbaur di pulau ini. Justru di sini, dalam konteks keterhubungan Bali tersebut, orang Bali perlu memaknai ulang tata keadabannya -- mereka-ulang cara pandang dalam pemahaman dan pemaknaan lebih baru, lebih segar sesuai semangat zaman. Artinya, mengadapi perubahan yang begitu cepat, Bali memerlukan kesepakatan-kesepatakan baru. Hal ini akan memupus keraguan bagi setiap orang atau lembaga dalam mengambil kebijakan. Menyelamatkan Bali dalam konteks di mana ia bisa bertahan menghadapai gempuran perubahan, tentu tidak harus diartikan sama tak ubah mempertahankan warisan fisik. Atau dengan pola pikir lama yang sempit, semisal dengan mantra usang bernama ajeg Bali. Cara-cara ini boleh jadi memicu kotrawacana, karena dengan sendirinya mengempang aliran peradaban. Bali adalah spirit yang mengalir dan mengalir terus. Sejak zaman purba “tanah peradabannya” terbangun dari serapan beragam kanal budaya. Dari aliran ini pula pola pikir dan tata keadaban orang Bali berkembang dengan tetap melahirkan geokultural dan geospiritual khas, termasuk pula perihal pandangan suci-leteh . Tata adab zaman Bali Kuna tentu berbeda dengan zaman Mpu Kuturan, tentu berbeda pula dengan zaman Dang Hyang Nirartha – dan setiap kebijakan pasti sempurna pada zamannya. Persoalannya sekarang, manakala Bali tidak lagi memiliki simpul pengintegrasi, seperti apa kemudian daya serap alamih itu layak diandalkan supaya Bali senantiasa mendapat nutrisi sehat demi pertumbuhan daya hidup kebudayaannya? Sekali lagi, dalam konteks “republik pulau” Bali mesti mempunyai kesepakatan baru, pola pikir, dan cara pandang baru. Penekun adat dari Fakultas Hukum Universitas Udayana, I Wayan P. Windia, menamainya strategi itu sebagai “Bali mawa cara,” kesepakatan tunggal yang menjadi payung tunggal dalam setiap penentuan kebijakan berskala Bali. Tapi payung tunggal ini tak hendak diniatkan untuk mengganti, mengubah “desa mawa cara” tingkat desa, yang sejak zaman dulu dimiliki desa-desa Bali. Jelas tiap desa di Bali adalah satu kesatuan “republik-desa” di mana dia memiliki kesepatakan-kesepatan tunggal dalam lingkup republik-desa tersendiri. Peneliti adat Bali, Dr V.E. Korn, telah sejak awal mengungkap hal ini. Ia misalnya menyebut Desa Tenganan Pagringsingan sebagai “Dorps republiek.” Sebagai republik desa, Tenganan memang mempunyai konstitusi tersendiri dan berotonomi, layaknya negara miniatur. Boleh jadi sebagaimana lontaran Wayan P. Windia Bali betapa mendesak menandatangani traktat kebudayaan besar disebut “desa mawa cara.” Dari traktat inilah kemudian dibangun peradaban Bali baru, perihal bagaimana ia mengatur stratetegi, memposisikan diri dalam arus besar pusaran perubahan dunia. Kesepakatan-kesepakatan baru itu tentu tidak saja menyangkut aturan politik demografi, tata ruang kealaman, pengelolahan sumber potensi alam, kebijakan ekonomi, pendidikan, tata hubungan dengan negara, namun di luar itu termasuk juga kesepakatan baru perihal tata nilai hidup masyarakat – pembaruan tata keagamaan dan tata keadaban. Dan dalam arus besar ini seeloknya tata nilai suci-leteh dimakanai baru, setidaknya diatur ulang – atau jika dipertahanan mesti rela menanggung sejumlah resiko. Apa resiko paling besar jika Bali tidak di- redesign ulang? Terlalu panjang bila harus dijabarkan. Jawaban paling ringkas: Bali susah melakukan lompatan dalam segala bidang kehidupan. Kemandegan terjadi karena Bali begitu luruh, terpesona dengan inprastruktur dan suprastruktur lama – sedangkan dunia, pengetahuan, dan capaian spiritual bergerak terus. Ibarat mengarungi samudra luas, orang tak mungkin menyeberang hanya dengan berenang. Perlu kapal andal untuk sampai ketujuan. Perlu energi besar mengwujudkan harapan. Dari kondisi ini bisa disimpulkan, kaletehan atau ketidaksucian tidak terletak pada wilayah fisik. Leteh justru berada karena orang tidak mau bergerak, mengembang, mengambil inisiatif, memperbaiki keadaan. Leteh adalah sebentuk kelambanan menangkap sinyal zaman. Dan ia yang tidak membiarkan dirinya mengalir sejatinya terperangkap kaletehan sendiri.

Sekilas Tentang Pulau Bali

Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km dan selebar 112 km sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Secara astronomis, Bali terletak di 8°25′23″ Lintang Selatan dan 115°14′55″ Lintang Timur yang mebuatnya beriklim tropis seperti bagian Indonesia yang lain.

Gunung Agung adalah titik tertinggi di Bali setinggi 3.148 m. Gunung berapi ini terakhir meletus pada Maret 1963. Gunung Batur juga salah satu gunung yang ada di Bali. Sekitar 30.000 tahun yang lalu, Gunung Batur meletus dan menghasilkan bencana yang dahsyat di bumi. Berbeda dengan di bagian utara, bagian selatan Bali adalah dataran rendah yang dialiri sungai-sungai.

Berdasarkan relief dan topografi, di tengah-tengah Pulau Bali terbentang pegunungan yang memanjang dari barat ke timur dan diantara pegunungan tersebut terdapat gugusan gunung berapi yaitu Gunung Batur dan Gunung Agung serta gunung yang tidak berapi yaitu Gunung Merbuk, Gunung Patas, dan Gunung Seraya. Adanya pegunungan tersebut menyebabkan Daerah Bali secara Geografis terbagi menjadi 2 (dua) bagian yang tidak sama yaitu Bali Utara dengan dataran rendah yang sempit dan kurang landai, dan Bali Selatan dengan dataran rendah yang luas dan landai. Kemiringan lahan Pulau Bali terdiri dari lahan datar (0-2%) seluas 122.652 ha, lahan bergelombang (2-15%) seluas 118.339 ha, lahan curam (15-40%) seluas 190.486 ha, dan lahan sangat curam (>40%) seluas 132.189 ha. Provinsi Bali memiliki 4 (empat) buah danau yang berlokasi di daerah pegunungan yaitu : Danau Beratan, Buyan, Tamblingan dan Danau Batur.

Ibu kota Bali adalah Denpasar. Tempat-tempat penting lainnya adalah Ubud sebagai pusat seni terletak di Kabupaten Gianyar; sedangkan Kuta, Sanur, Seminyak, Jimbaran dan Nusa Dua adalah beberapa tempat yang menjadi tujuan pariwisata, baik wisata pantai maupun tempat peristirahatan.

Luas wilayah Provinsi Bali adalah 5.636,66 km2 atau 0,29% luas wilayah Republik Indonesia. Secara administratif Provinsi Bali terbagi atas 9 kabupaten/kota, 55 kecamatan dan 701 desa/kelurahan.

Bali Ceremoni 1936


Blogger Templates by Isnaini Dot Com. Powered by Blogger and Supported by Urban Designs